Sabtu, 08 Oktober 2011

KAMPUNG DUKUH GARUT

(Rumah salah satu warga kampung dukuh)

Sejarah Kampung Dukuh
. Kampung Dukuh merupakan salah satu perkampungan tradisional (kampung adat) yang masih menganut kepercayaan nenek moyang, masyarakat masih mematuhi Kasuaran Karuhun (tabu atau nasihat Leluhur). Dan kuatnya memegang aturan inilah yang membuat Kampung Dukuh masih lestari.
Konon tradisi ini sudah menjadi amanat turun temurun dari karuhun. Ada tiga pacaduan (larangan) di kampung adat ini, yakni pacaduan kampung (larangan kampung), pacaduan makom (larangan makam), dan pacaduan leuweung (larangan hutan). Larangan kampung mengatur bentuk rumah dan isinya. Larangan Makam mengatur tata cara ziarah ke makam keramat. Sementara larangan hutan mengatur pemeliharaan dan pelestarian hutan di lingkunan sekitar makam keramat.

Apa yang disebut makam keramat adalah makam leluhur masyarakat Kampung Dukuh yang dikenal dengan nama Syeh Abdul Jalil. Tokoh ini sebenarnya berasal dari Sumedang. Ketika tatar Sunda dikuasai Mataram Jawa pada abad ke-17, Syeh Abdul Jalil menjabat sebagai Penghulu di Kabupaten Sumedang. Sementara bupati atau dalem yang saat itu berkuasa di Sumedang adalah Rangga Gempol.

Sejarah mencatat, ketika Syeh Abdul Jalil berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji, datanglah dua utusan dari Kesultanan Banten ke Sumedang. Utusan itu membawa pesan dari Sultan Banten agar Dalem Sumedang takluk kepada Banten, bukan kepada Mataram.

Permintaan itu ditolak Rangga Gempol. Bahkan kedua utusan itu kemudian diusir dari Sumedang. Ketika utusan sudah pulang, timbul kekhawatiran di hati Rangga Gempol akan adanya serangan dari Banten akibat dari penolakannya. Maka, ia kemudian memerintahkan membunuh kedua utusan itu sebelum mereka kembali di Banten. Peristiwa ini sangat dirahasiakan, terutama kepada Syeh Abdul Jalil.

Sekembalinya dari Mekah, Syeh tidak menaruh curiga apapun mengenai hubungan Banten dan Sumedang. Namun kabar tentang pembunuhan terhadap utusan Banten akhirnya bocor juga dan sampai pada Syeh. Sebagai penghulu yang mengurusi soal-soal yang berkaitan dengan agama ia sangat terpukul dan marah. Ia menganggap Rangga Gempol telah berlaku culas.

Syeh kemudian melepaskan jabatannya dan pergi dari Sumedang menuju ke wilayah Garut selatan. Pada akhirnya, Syeh sampai pada sebuah tempat dan mendirikan pemukiman yang kini dikenal sebagai Kampung Dukuh.

Kepada anak cucunya Syeh mengajarkan hidup sederhana dan ber­pegang teguh pada ajaran Islam. Apa yang diajarkan Syeh Abdul Jalil, hingga sekarang pun masih dipegang teguh dan dijalankan keturunannya.

Setelah wafat, beliau dimakamkan di Kampung Dukuh dan makamnya sangat dikeramatkan. Tidak sembarang orang bisa memasukinya. Hanya pada hari Sabtu saja makam itu dibuka dan bisa dikunjungi. Hutan yang rimbun di sekitar makam pun, dilarang untuk ditebang apalagi dirusak.

Jika waktu sholat tiba, mesjid di Kampung Dukuh selalu penuh oleh jemaah. Lingkungan kampung juga sungat nyaman dan tentram. Sayang, pada Selasa dini hari, tanggal 4 Oktoher 2006. bertepatan dengan bulan Ramadhan, Kampung Dukuh terbakar. Peristiwa kebakaran ini tidak hanya menghanguskan sebagian besar rumah-rumah penduduk, tetapi juga menghancurkan benda-benda yang dianggap pusaka Kampung Dukuh.
v  Tradisi Kampung Dukuh
Beberapa tradisi yang hingga kini kerap dilaksanakan diantaranya :
o   upacara Moros. Yakni salah satu manisfestasi masyarakat Kampung Dukuh dengan memberikan hasil pertanian kepada pemerintah menjelang Idul Fitri dan Idul Adha. Selain itu, ada juga ritual Ngahaturan Tuang. Kegiatan ini dilakukan masyarakat Kampung Dukuh atau pengunjung yang berasal dari luar apabila mereka memiliki keinginan-keinginan tertentu seperti kelancaran usaha, perkawinan, jodoh, dengan cara memberikan banan makanan seperti garam, telur ayam, kelapa, kambing atau barang dan mahluk lainnya sesuai kemampuan Nyanggakeun.
o   Nyangggakeun ini merupakan suatu kegiatan penyerahan sebagian hasil pertanian kepada kuncen untuk diberkahi. Masyarakat tidak diperbolehkan memakan hasil panen sebelum melakukan kegiatan nyanggakeun. Ada juga upacara Tilo Waktos. Ritual ini hanya dilakukan oleh Kuncen yaitu membawa makanan ke dalam Bumi Alit atau bumi Lebet untuk tawasul. Kuncen membawa sebagian makanan ke Bumi Alit lalu berdoa, dilakukan pada hari raya 1 Syawal, 10 Rayagung, 12 Maulid, dan 10 Muharam.

o   ritual Manuja. Yakni penyerahan bahan makanan dari hasil bumi kepada Kuncen untuk diberkahi pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha untuk maksud perayaan Mares. Kebiasaan menyerahkan hasil bumi yang dimiliki kepada aparat pemerintah seperti Lurah dan Camat.

o   upacara Cebor Opat Puluh. Yakni Mandi dengan empat puluh kali siraman dengan air dari pancuran dan dicampur dengan air khusus yang telah diberi doa-doa pada jamban umum. Lalu upacara Jaroh yang merupakan suatu aktivitas keagamaan yang berbentuk ziarah ke makam Syekh Abdul Jalil tetapi sebelumnya harus melakukan mandi ceor opat puluh dan mengambil air wudhu serta menanggalkan semua perhiasan dan menggunakan pakaian yang tidak bercorak.

o   Upacara Shalawatan dilakukan pada hari Jumat di rumah Kuncen. Shalawatan dilaksanakn sebanyak 4444 yang dihitung dengan menggunakan batu Sebelasan. Dilakukan setiap tanggal 11 dalam perhitungan bulan Islam dengan membaca Marekah
Terbang Gembrung. Kegiatan terbang gembrung ini dilakukan pada tanggal12 Maulud yang dilakukan para orang tua Kampung Dukuh. Ada pula upacara Terbang Sejak. Merupakan suatu pertunjukkan pada saat perayaan seperti khitanan, dan pernikahan, ditampilkan pertunjukkan debus.

Selain hal di atas, terdapat beberapa hari besar di Kampung Dukuh seperti 1 Syawal, 10 Rayagung, 12 Maulid, dan 10 Muharam. Sedangkan hari-hari penting diantaranya, Sabtu (pelaksanaan ziarah), Rebo Welasan (hari terakhir bulab Sapar dimana semua sumber air, yang digunakan masyarakat diberi jimat sebagai penolak bala, dan biasanya diwajibkan mandi), dan 14 Maulud. Tanggal ini dipercaya sebagai hari baik untuk menguji dan mencari ilmu kepada guru dengan melakukan cebor opat puluh.


v  Pantangan adat

Ada beberapa larangan (tabu) yang harus dipatuhi masyarakat Kampung Dukuh.
Ø  tabu berdagang. Jadi, istilah jual beli tidak dikenal, yang ada yaitu sebutan ngagentosan (mengganti). Berdagang makanan matang dianggap pelanggaran berat. Namun seiring dengan terjadinya perubahan sosial, di Dukuh Landeuh sudah ada warung yang berjualan kebutuhan sehari-hari seperti jajanan anak-anak, garam, minyak tanah, dan lain-lain.

Kuncen membolehkan mereka berdagang, namun tidak boleh mencari untung besar dari dagangannya itu dan niatnya adalah membantu warga dalam memenuhi keperluannya. Namun berdagang makanan matang hasil masakan sendiri tetap dilarang. Kadang ada pedagang yang datang dari luar juga. Kalau orang kampung Dukuh ingin berdagang bebas harus di luar Kampung Dukuh karena larangan hanya berlaku di dalam Kampung Dukuh.

Ø  menjadi pegawai negeri atau PNS. Konon, Syekh Abdul Jalil kecewa karena dibohongi atasannya (Bupati Rangga Gempol) yang dianggapnya sebagai ambtenaar (pegawai negeri) sehingga sejak itu ia bersumpah keturunannya tidak akan ada yang boleh menjadi pegawai negeri. Itu sebabnya pula, Syekh Abdul Jalil melarang orang berdagang karena menurutnya berdagang dekat dengan kebohongan dan selalu mencari
keuntungan. Satu hal yang aneh, bahwa keturunan Habib bebas menjual minyak wangi kepada para pengunjung ziarah.

Ø  memelihara binatang berkaki empat seperti sapi, kerbau, dan kambing. Jadi, umumnya penduduk beternak unggas seperti ayam, bebek, dan itik. Namun sejalan dengan tuntutan perubahan, di Dukuh Landeuh sudah ada yang memelihara kambing.

Selain tabu-tabu tersebut, masyarakat juga harus memenuhi aturan dalam melakukan upacara di makam karomah yaitu ziarah ke makam karomah hanya dilakukan setiap hari Sabtu. Ketika memasuki areal makam laki-laki harus berpakaian sarung, baju takwa, dan totopong (ikat kepala), sedangkan perempuan harus mengenakan samping/sinjang (kain), kebaya, dan kerudung, dan dilarang mengenakan pakaian dalam, perhiasan, dan sandal/ sepatu.

Selain itu, tidak boleh memakai pakaian bermotif (seperti batik), bordiran, kaus , atau kemeja (hem). Selama berada di makam, tidak boleh merokok, meludah, dan kencing; harus selalu memiliki wudu, tidak boleh membunuh binatang dan merusak pepohonan
yang ada di areal makam. Ada yang dilarang masuk ke areal makam yaitu: pegawai negeri, orang yang berpacaran, dan wanita yang sedang haid.
Masyarakat Kampung Dukuh juga sangat menjaga lingkungan hidupnya. Mata air yang terletak di lokasi karomah dipelihara kebersihannya dalam rangkaian upacara jaroh (ziarah) setiap hari Sabtu. Penduduk tidak pernah kekurangan air meskipun musim kemarau. Mata air juga terdapat di leuweung (hutan) larangan.

3 komentar:

  1. Dear kak giyanestu,saya fanny, saya mau tanya2 tentang kapung dukuh, ada tidak ya contact yg bisa saya hubungin?

    BalasHapus
  2. Dear kak giyanestu,saya fanny, saya mau tanya2 tentang kapung dukuh, ada tidak ya contact yg bisa saya hubungin?

    BalasHapus
  3. Masukkan komentar Anda...wah tempat mertua saya tu di kampung dukuh

    BalasHapus